Punya banyak utang tulisan,
banyak postingan bersambung yang gak ada sambungannya. Malas ini, menjauhlaaaaaah…
Pagi di Pulau Kerasian
Pas saya nginjekin kaki untuk pertama kali di pulau ini kemaren, hari udah gelap. Apa yang ada di pulau masih samar.
Begitu pagi menjelang, saya pun penasaran pingin liat-liat. Dermaga adalah tempat yang pertama saya tuju. Mau nunggu matahari bangun.
Another beautiful morning eh?
Dermaga yang tadinya sepi perlahan jadi rame. Anak-anak berseragam pramuka datang berbondong-bondong. Mereka mau menumpang kapal untuk menuju sekolah yang berada di seberang. Kebanyakan anak SMA.
Di Pulau Kerasian ada sebuah SD dan sebuah MTs, sementara MA baru aja dibangun. Hanya SD-nya yang negeri, MTs dan MA-nya swasta.
Saya selalu senang berlama-lama di dermaga. Selalu terpesona dengan berbagai kesibukannya, pemandangan laut lepas, dan deru hilir mudik kapal. Begitu-begitu saja. Tapi entah, saya gak pernah bosan.
Lagi asik duduk sambil jeprat-jepret, Rusmiany datang. Ngajak keliling liat nelayan yang baru pulang melaut dan aktivitas ibu-ibu menjemur ikan.
Di Pulau Kerasian, tradisi nelayannya menangkap ikan dengan bagang. Itu tuh, rumah-rumahan yang ditancep di tengah laut.
Di tengah jalan, seorang bapak menyapa saya dengan ramah. Seolah sudah kenal. “Kapan datang?” tanyanya.
“Baru tadi malem,” saya menyahut.
Begitu udah jauh, Rusmiany nanya, “Sudah kenal, Kak?”.
Saya jawab, “Enggak. Emang itu siapa?” hahaha…
“Kepala PLN di sini.”
Oh. Misteri kenapa beliau sok akrab akan terjawab kemudian. JENG!
Di Sini, Listrik Itu Barang Mewah, Kawan…
Sorenya, saya jalan-jalan ke sisi lain pulau, arah ke gunung. Menurut saya, di sini pemandangannya lebih waw!
Saat berada di situ, saya memperhatikan di beberapa rumah terpasang panel surya. Ini kayaknya daerah yang kata bapak sekretaris desa belum terjangkau listrik itu.
Saya ngobrol dengan seorang warga, Ibu Hamidah namanya. Katanya itu bantuan pemerintah pada dua tahun yang lalu. Mungkin ada 20-an rumah. Panelnya kecil, cuma bisa nyalain beberapa biji lampu. Boro-boro TV.
Tapi sejak beberapa bulan lalu, panel surya di rumah Ibu Hamidah gak lagi berfungsi. Di beberapa rumah tetangganya juga begitu. Akinya soak, mesti diganti.
“Mahal, Ibu. Di atas satu juta,” katanya.
㇐interupsi, saya belum ibu-ibu.
“Trus, sekarang di rumah pakai apa?” tanya saya.
“Pakai pelita,” sahut Ibu Hamidah.
OH MY …
Sore itu, sebelum pulang ke kandang, saya sempatkan mampir di pembangkit listrik desa setempat. Nemuin bapak-bapak yang pagi sebelumnya menyapa saya sok akrab.
“Tadi pagi saya kira mbak petugas puskesmas, mirip,” kata Pak Yusransyah, penanggung jawab unit listrik Desa Pulau Kerasian.
Oalah…
Listrik masuk Pulau Kerasian sejak 2005 dan cuma menyala malam. Awalnya enam jam, tapi sejak dua tahun lalu jadi 12 jam, tepatnya dari pukul 18.00 sampai pukul 06.00.
Kecuali hari Jumat dan Minggu, listrik baru menyala siang, itupun terbatas antara pukul 08.00 sampai pukul 14.00.
Kenapa listrik gak bisa menyala 24 jam? Alasannya karena beban operasional yang besar, gak sebanding dengan pendapatan mengingat jumlah penduduk di pulau sedikit.
Alasan yang sama berlaku untuk sejumlah rumah yang gak terlayani listrik, karena rumah mereka yang berada di gunung susah dijangkau, perlu investasi besar untuk memasang jaringan listrik.
hk,,hk,,hk,,hk,, ketemu Pak Iyus yah he,,he,, ,, sama ibunya Halima jg,, ,knapa gk disusuri jalan betonnya, , ,masih banyak sajian mata yg lebih menarik lg!
BalasHapusmasa sih? kayaknya makin jauh makin sepi sih, jadi rada takut, makanya cuma sampai dermaga itu aja
BalasHapusTerimakasih , sudah mengunjungi kampung saya.
BalasHapusHaloo 🙂 gimana kabar Pulau Kerasian sekarang?
HapusSya selaku warga pulau kerasian berterimakasih banyak sudah berkunjung di kampung kami,🙏
BalasHapusSekedar saran bu kalau mau dapat view yg lebih bagus lagi, Masyarakat pulau kerasian memberi nama Tangga, atau Tajong uma,...
Haloo.. iya nanti ke sana lg :)
Hapus