DREAM DREAM DREAM


Sehelai pesan pendek nyangkut di handphone saya pada suatu siang. Dari Wawan, salah satu adik asuh CaC! Banjarmasin yang selalu membanggakan. Mengabarkan bahwa dia berhasil lulus SNBPTN di Universitas Brawijaya Malang jurusan Teknik Informatika. Hurrrraaaaaaaaaaaaaaayyy.

"Hei, bukannya dulu kamu pernah bilang mau masuk kedokteran ya?" saya mengingat-ingat.

Dia balas, "Hehe, takut ga sanggup biayanya, Kak."

Sejauh ini kami memang baru menanggung biaya pendidikan adik-adik asuh sampai lulus SMA. 

Beberapa hari kemudian, pas lagi nyari printer di toko komputer [ya iyalah ya, masa toko bangunan? ;p] saya ga sengaja nguping pembicaraan [lah ngomongnya di sebelah saya, gimana ga denger...]. Ada sekeluarga nemenin anaknya, terus orangtuanya cerita ke yang punya toko. Bahwa anaknya diterima di Fakultas Kedokteran di satu-satunya universitas yang punya fakultas itu di kota ini -you know lah.

Seperti kebanyakan orang, pertanyaan cici yang punya toko kemudian bisa ditebak : berapa biayanya, Pak?

Lalu dijawab sama si bapak, "Disesuaikan sama kemampuan orangtua, kena yang Rp 15 juta persemester." Ngomongnya santai kayak di pantai. Seeeeeeeerrrrrrrrr.  

Untung saya ga punya penyakit jantung.
If you can dream it, so you can do it. -Walt Disney
Pepatah-pepatah yang manis itu, kalo dihadepin sama kenyataan, kadang-kadang absurd banget ya. It's really hurt when you can't reach your dream just because you can't pay for it, huh? Ketika kita ga bisa meraih mimpi karena masalah ekonomi, buat saya itu adalah hal paling ga adil di dunia ini. Memangnya yang boleh punya mimpi cuma orang yang punya duit gitu?

Ngomongin mimpi, tau ga apa mimpi sejati ya? 

Tebak.

Bukan, bukan jadi artis.

Dokter juga bukan.

Apa dong?

Jadi atlet bulutangkis. Iya, serius.

Maka setiap liat pertandingan bulutangkis disiarin di tipi, pasti ada sesuatu yang berbunyi di hati saya, seperti bunyi ketukan dari pintu masa lalu #tsaaaaaaaaah.

Namanya anak labil ya, mimpi itu berubah-ubah kayak mood saya yang juga gampang berubah. Pernah ingin jadi mentri keuangan, cuma karena ngikut-ngikut artis cilik zaman SD yang saya baca profilnya di majalah Bobo. Trus  jadi hacker, itu di SMP pas pertama kali kenal komputer. 

Setelah itu mimpi saya mulai ga jelas. Haha. Di SMP saya makin keranjingan menulis. Jadi saya berancang-ancang kalo masuk SMA, saya akan ngambil jurusan bahasa. 

Kakak saya nanya, "Lulusnya mau jadi apa?". 

Jujur saya ga tau jawabannya. Pokoknya kala itu yang saya tau adalah bahwa saya harus melakukan apa yang saya suka. Tapi SMA yang saya masuki malah ga punya jurusan bahasa. GUBRAK. 

Menjelang lulus SMA, saya sempet niat mau kuliah jurusan perkomputeran, meneruskan hasrat kriminal mimpi jadi peretas. Tapi karena ga ada bayangan uang kuliah darimana, saya break selama dua tahun. Maklum ya, zaman baheula itu teknologi informasi ga secanggih dan semudah sekarang, jadi ga tau deh nyari informasi beasiswa kemana. 

Setelah ada kesempatan kuliah, pilihan saya malah ilmu komunikasi. Alesannya sederhana, saya udah boooosen belajar Matematika, IPA, IPS, pokoknya semua pelajaran yang terus diulang-ulang itu selama 12 tahun saya makan bangku sekolah. Saya pengen belajar sesuatu yang baru yang belum pernah saya pelajari. 

Dan sekarang, disinilah saya. Setiap hari berusaha menemukan hal-hal yang menginspirasi dan mencerahkan, lalu membaginya kepada dunia untuk membuat perubahan yang lebih baik lewat tulisan. Mungkin ini bukan bagian dari mimpi-mimpi yang ingin saya wujudkan. But I'm really happy and feeling grateful. Because of what I do in my life now is trully my passion : SHARING. 
Dream when the day is through
Dream and they might come true
For things never are as bad as they seem
So dream, dream, dream ~Michael Bubble

Komentar