Get Lost in Kotabaru : Melihat Ritual Bawanang

Bulan Juli lalu masyarakat adat Dayak Meratus di berbagai daerah di Kalimantan Selatan ramai-ramai menggelar ritual syukuran panen.

Seorang teman mengajak saya buat menyaksikan ritual itu di kampungnya di Dusun Lipon Desa Bangkalaan Dayak Kabupaten Kotabaru. 

Ritual itu dinamakan Bawanang. Yaiy!


Bawanang adalah ritual tahunan yang tujuannya selain sebagai bentuk syukur, juga sekaligus untuk memohon keselamatan serta ketentraman dunia. 

Saya sendiri udah beberapa kali ngeliat ritual sejenis di beberapa daerah berbeda, tapi gak pernah yang sampe lengkap, biasanya cuma ngeliat pas puncak acaranya. Begitupun kali ini.

Ritual dipimpin oleh seorang tokoh yang disebut balian. Balian bukan sosok sembarangan, melainkan orang-orang yang berperan sebagai tetua adat dan pemuka agama.




Balian memulai ritual dengan  bamamang atau merapal mantra untuk mengundang roh-roh leluhur. Memberi makan roh menjadi inti dari ritual bawanang, dengan tujuan agar roh-roh itu tidak mengadu domba manusia dan dunia menjadi aman.


Berbagai sesajen pun disiapkan. Selain digantung di beberapa sudut balai adat yang dijadikan tempat upacara, sesajen juga diletakkan di tempat-tempat khusus seperti rumah-rumahan yang disebut bokor, serta sebuah tempat semacam altar yang dibuat dari daun kelapa dan enau dengan tinggi menjulang hingga ke langit-langit yang diletakkan di tengah ruangan balai adat dan menjadi pusat pelaksanaan ritual.




Dengan menggunakan bahasa dayak setempat, balian memanjatkan doa yang antara lain berisi harapan akan keselamatan, ketentraman, kedamaian, dan rezeki yang mengalir lancar.

Selain pembacaan doa, ritual juga diisi dengan menari atau batandik sambil diiringi pukulan gendang dan suara gemerincing yang berpadu dengan irama hentakan kaki para penari.

Gerakan menari ini pun juga bagian dari cara berdoa, sedangkan musik yang mengiringi sebagai jalan bagi para roh untuk datang ke bumi.


Selama prosesi, balian didampingi seorang perempuan yang disebut penjunjung. Penjunjung bertugas untuk menjamu roh yang datang, apakah untuk menjawab pertanyaan atau memberikan benda yang diminta. Karena jika tidak dipenuhi, balian bisa tidak mau berhenti menari.




Ritual bawanang biasanya diadakan selama dua hari sampai delapan hari berturut-turut. Pada hari terakhir ritual ditutup dengan pemotongan hewan serta makan bersama.
Namun, tidak selesai sampai di situ selama tiga hari berikutnya semua orang pantang untuk memotong binatang atau tumbuhan. Dan setelah pantangan itu berlalu, ritual pun diakhiri dengan mengembalikan para roh ke alam mereka berasal.*

*seperti dituturkan Bapak Agil, Ketua Adat Dusun Lipon 

Komentar

  1. aku suka abnget denagn kearifan lokal daerah2 di indonesia , selalu bagus dan banyak filosofinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo mbak ke kalimantan selatan liat budaya Dayak yg eksotis :D

      Hapus

Posting Komentar