Penerbit : Qanita
Tebal : 496 hal
Harga : Rp 25 ribu (pas lagi obral hehe)
Saya mesti bilang apa soal buku ini? Ga cukup satu kata. Tapi saya juga kesulitan memilih kata-kata yang tepat.
Keren. Indah. Menyentuh. Mengaduk-aduk. Saya berada di antara perasaan
meyakini ini fiksi, tapi di sisi lain terasa begitu nyata sampe saya tersenyum,
tertawa, merenung, tercekik, dan tersayat bergilir-gilir untuk
tokoh-tokohnya.
Amir dan Hassan adalah dua anak yang tumbuh bersama. Yang satu majikan,
yang satu pelayan. Tapi mereka sudah seperti sahabat, bahkan saudara
karena keduanya menyusu dari ibu susuan yang sama. Mereka sama-sama ga
mengenal ibu kandungnya.
Meski ga bisa membaca huruf, Hasan begitu pintar membaca pikiran Amir,
tanpa Amir harus mengatakannya. Hassan yang lebih kecil dan lebih muda
juga selalu membela Amir dari anak-anak nakal. Itu caranya membuktikan
kesetiaannya yang tanpa pamrih kepada tuannya.
Tapi ketika tiba saatnya Amir harusnya membela Hassan, dia ga
melakukannya. Dia malah melarikan diri. Semua karena dia terlalu keras
berusaha untuk mendapat sedikit saja cinta dari Baba. Kadang-kadang,
Amir merasa kasih sayang Baba kepada Hassan tidak wajar.
Tapi kemudian rasa bersalah menghantui Amir dan memaksanya menyingkirkan
Hassan dengan merancang sebuah pencurian, sehingga Hassan dan ayahnya,
Ali, keluar dari rumah. Toh ternyata masa lalu tak pernah benar-benar
bisa dikubur.
Saat Amir sudah hidup damai di Amerika, jauh dari perang yang terus
berkecamuk di Afghanistan, menikah dan jadi penulis, masa lalu itu
menyeruak keluar dan membawanya kembali ke kampung halamannya.
Hassan tewas ditembak Taliban dan meninggalkan seorang putra, Sohrab,
yang terlunta-lunta di panti asuhan. Amir merasa inilah jawaban kenapa
Tuhan ga menghadirkan anak dalam pernikahannya, karena dosa masa
lalunya. Amir lalu berjuang membawa Sohrab ke Amerika.
Meski bersetting Afghanistan, cerita di buku ini ga fokus ke kecamuk
politiknya. Tapi pada sisi-sisi humanis, penderitaan, dan kerusakan yang
ditimbulkan.
Kadang, saya berhenti membaca dan berpikir, gimana caranya orang bisa
nulis cerita seindah ini? Penuturannya begitu bagus, bikin kita terlarut. Alurnya ga mudah
ditebak dan banyak kejutan. Bahkan, kejutan itu ga abis-abis sampe
halaman terakhir, yang bikin saya gemes, kapan sih nih selese sedihnya?
hehe...
Kadang-kadang juga saya merasa ada cerita-cerita yang sengaja
dibikin menggantung, dan bikin kita ga bisa berhenti baca karena akan
ada jawaban pada halaman-halaman berikutnya yang ga kita duga.
Ah ga tau lagi deh mesti ngomong apa soal buku ini. Harus baca sendiri.
Komentar
Posting Komentar